Menjelang
ulangtahun anakku yang ke-15 aku dikagetkan oleh sebuah tayangan yang diunggah
oleh situs umum yang bisa saja diakses oleh anak-anak. Adegan demi adegan sepasang
anak manusia yang melakukan hubungan seksual dengan jelas dapat dilihat di
situs tersebut.
Wajar
bagiku dan Mami untuk kuatir dengan hadirnya tayangan tersebut mengingat
perkembangan anakku tak mungkin bisa kami kendalikan tanpa adanya kendali dari
anakku sendiri. Internet tentu menjadi kebutuhan bagi anakku yang sudah mulai
dewasa dan menjadi alat bantu dalam menemukan solusi baik untuk pendidikannya,
hobby, juga hiburan.
Maka
malam itu menjadi malam yang panjang bagi kami berdua untuk membicarakan solusi
pendidikan seks bagi permata buah hati kami. Apa yang sebetulnya yang kami
butuhkan untuk membuat Namie tidak kesulitan menghadapi tantangan masa depannya
berupa perilaku seksual yang kami tahu bahayanya jika tidak disikapi dengan
baik oleh kami dan Namie sendiri.
Beberapa
kabar yang sering kami dengar dari banyak lembaga yang mengusulkan pendidikan
seks usia remaja sangat bingar bahkan menjadi riuh tak terarah dengan pendapat
pro dan kontra. Kami sama sekali tidak menemukan solusi yang benar-benar
efektif dan aplikatif dalam menghadapi masalah ini. Hanya membuat kami semakin
bingung dengan apa yang sesungguhnya sedang terjadi, apakah mereka melihat urgensi
dari tantangan jaman tersebut sebagai masalah yang mesti didapatkan solusinya
atau hanya sarana bagi mereka mencari eksistensi ketika berretorika di media.
Sudahlah,
aku tidak mau berdiskusi tentang masalah atau personal yang berkaitan dengan
pendidikan seks remaja ini, yang aku butuhkan hanyalah ide bagi kami sekeluarga
untuk mendapatkan dan menyiapkan yang terbaik bagi kami. Toh masalah ini
sebetulnya adalah masalah keluarga biasa bukan masalah nasional apalagi
internasional, hanya saja menjadi mengemuka jadi wacana internasional karena
anak adalah generasi yang akan mengendalikan dunia ini di masa depan. Itu pun
jika memang mereka menginginkan anaknya hidup di dunia yang lebih baik.
Kembali
kepada masalah keluargaku, latar belakang aku sebagai mantan mahasiswa MIPA dan
Mami seorang pengusaha yang memulai karir dari bidang marketing secara
pengetahuan tidaklah sulit bagi kami memberikan pengetahuan kepada Namie
anatomi faal tubuh dan perkembangannya sehingga membuat manusia memiliki
kebutuhan biologis berupa hubungan seksual. Atau Mami yang menjelaskan dampak
ekonomi yang terjadi akibat kesalahan dalam mensikapi perilaku seksual remaja.
Namun
sebagai orangtua yang pernah mengalami masa remaja, kami yakin tanpa kami
jelaskan panjang lebar dalam diskusi ruang keluarga kami pun Namie sudah
mendapatkan pengetahuan itu di pelajaran sekolah seperti yang pernah kami alami
pada masa kami remaja. Apalagi sekarang secara audio visual sangat mudah
mendapatkan penjelasan anatomi faal tubuh melalui infografik yang didapat
melalui internet.
Namie
yang memiliki kegemaran dan minat di bidang broadcasting dan teknologi
informasi justru malah menjadi tantangan lain bagi kami dalam memberikan
pencerahan bagi Namie mensikapi masalah hubungan seksual ini. Mustahil bagi
kami membatasi Namie menggunakan fasilitas internet yang menjadi kegiatan
kesehariannya. Kami hanya memberikan peringatan berupa sanksi jika Namie
kedapatan sengaja membuka akses internet yang menayangkan adegan hubungan seksual dengan hukuman komputer, laptop, dan hapenya kami bakar.
Kami
juga gak bodoh amat sih memberikan peringatan seperti itu, kami tau persis
bagaimana cara menghilangkan riwayat penjelajahan internet bukan tidak mungkin
Namie pun tau itu. Retorik pragmatiskah,...? tentu saja kami sadar itu retorik pragmatis, tapi setidaknya membuat Namie semakin berhati-hati dan menghindari
resiko tersebut. Apalagi Namie jelas turunan seorang yang lihai
mengakali kenakalan sewaktu remaja seperti kami. Pernyataan yang jujur ini
memang harus kami akui mengingat kami pernah mengalami hal itu dan ingin anak
kami tidak mengulanginya sehingga menjadi keluarga yang lebih baik.
Hingga
akhirnya polemik yang bergulir dari hari ke hari selama sebulan ini pun
mendapatkan jawabnya tadi malam setelah kami menonton sebuah film di bioskop
yang menjelaskan bagaimana sifat seorang ayah bisa menurun kepada anaknya
meskipun terpisah jauh dan tidak pernah bertemu hingga usia remaja.
Kami
menamakannya teori “Komunikasi Seksual” bukan lagi pendidikan seksual remaja. Kami
sadar bahwa kebutuhan seksual ini bukan hanya masalah bagi remaja tapi juga
orangtua seperti kami. Bagaimana kami memandang urgensi dari hubungan seksual
sebagai sebuah ritual dalam komunikasi yang terbatas dan memiliki urgensi yang
sangat tinggi sehingga jika memungkinkan adanya jalan lain maka hubungan
seksual tidak menjadi prioritas lagi apalagi jika harus melewati batasan yang
sangat berresiko.
Mengingat
batasan yang melingkari remaja dalam melakukan hubungan seksual ini maka akan
dengan mudah kami menjelaskan kepada Namie mengenai resiko dan hambatan yang
akan tercipta jika Namie melakukan hubungan seks diluar nikah apalagi sebelum
berada di titik karir yang aman di masa depan.
Nyata
bagi kami untuk menjelaskan kepada Namie bahwa kebutuhan seksual menjadi
kebutuhan hanya berlaku kepada pasangan suami istri yang sudah memiliki
komitmen sebagai cara untuk memelihara komitmen nyata bukan komitmen ngasal
apalagi gombalan yang melambungkan hayal.
Mungkin
sudah saatnya bagi kami justru bukan lagi mengajarkan kepada anak soal anatomi
faal tubuh atau konsekuensi dari perilaku seksual, tapi bagaimana sepasang
orangtua melakukan hubungan seksual. Nekad tapi memang kukira ini perlu untuk disampaikan
agar Namie memahami dengan sendirinya serta mudah untuk mengaplikasikan dalam
kehidupan keseharian sehingga tindakan ini berubah dari sekedar nekad menjadi sebuah keberanian sepasang orangtua untuk menyelamatkan anaknya di masa depan.
Pertama
bahwa apa yang membedakan manusia dan binatang dalam perilaku seksual adalah
proses dan tujuannya. Binatang bisa melakukannya dengan siapa saja sejenisnya
atau bukan, bisa melakukan dengan cara apapun, dimanapun, dan kapanpun dengan
tujuan apapun karena mereka binatang. Sementara manusia harus melakukannya
dengan adab sehingga tidak boleh dengan sembarang orang, dengan cara yang
beradab, ditempat yang beradab dengan tujuan yang juga sangat berpertimbangan
sehingga tidak mengganggu kehidupan pribadi dan sosialnya.
Proses
hubungan seksual yang dilakukan dengan singkat dan tidak berkelanjutan hanya
akan menimbulkan masalah. Mulai dari masalah kecanduan hingga pelanggaran hukum
pidana yang memberinya predikat kriminal. Tidak sedikit bahkan pasangan suami
istri yang justru bercerai karena masalah hubungan seksual yang singkat apalagi
pasangan pacaran. Inilah sebabnya mengapa pasangan pengantin baru dianjurkan
untuk menempati rumah tinggal sendiri yang tak lain untuk menghindari hubungan
seksual singkat seperti ini.
Begitu
pula dengan kamar orangtua yang aksesnya dibatasi bagi anak tak lain adalah
tujuan dari terhindarnya orangtua dari masalah hubungan seksual singkat yang
bisa berakibat fatal dalam hubungan rumah tangga mereka. Hal ini berkaitan
dengan poin kedua dalam bahasan komunikasi seksual bahwa hubungan seksual bagi
manusia yang beradab bukanlah sekedar intercourse kemudian masing-masing
membersihkan diri setelah mencapai orgasme di puncak hubungan seksual ini.
Pasangan
yang sudah melakukan hubungan seksual semestinya melakukan komunikasi sebelum
dan sesudah melakukan hubungan seksual. Hal ini tidak akan terjadi pada
pasangan yang mengesampingkan kualitas hubungan seksual. Contoh komunikasi yang
mestinya dibahas setelah usai melakukan hubungan seksual tentu saja tidak akan
aku jelaskan disini karena bisa saja tulisan ini dibaca oleh anak dan kurasa
lebih baik jika kengkawan membicarakannya langsung denganku.
Komunikasi
setelah menjalani hubungan seksual tidak hanya menambah erat hubungan antar
pasangan dalam rumah tangga juga meninggikan derajat kualitas hubungan seksual
dan membedakannya dengan hubungan seksual berbayar yang dijajakan oleh Pelaku
Seks Komersil (PSK). Kengkawan yang sudah memahami hal ini tentu tidak mau jika
hubungan seksualnya disamakan kualitasnya dengan bercinta dengan PSK yang
seusai melakukan hubungan seksual langsung pergi begitu saja meninggalkan
penggunanya karena urusannya sudah selesai dan hanya sampai disitu saja
tanggung jawabnya.
Sedangkan
bagi pasangan manusia yang beradab tentu hubungan seksual menjadi tanggung
jawab bersama pasangan tersebut tidak hanya sekedar mengantarkan pasangan
hingga mencapai puncak hubungan seksual berupa orgasme.
Ketiga
adalah bahwa ada masalah dalam berumahtangga yang hanya bisa diselesaikan
dengan hubungan seks. Jelas aku menuliskannya ‘masalah dalam berumahtangga’
bukan masalah dalam hubungan pacaran. Ini semacam fenomena kehidupan yang sulit
untuk dijelaskan kecuali bagi orang yang sudah mencapai pengetahuan tentangnya.
Sama persis seperti fenomena bahwa ada dosa yang tidak dapat terhapuskan bagi
semua laki-laki selain dengan melakukan kegiatan diluar rumah.
Aku
akan menjelaskan kepada Namie bahwa justru jika melakukan hubungan seksual
diluar status Superman dan Wonderwoman rumahtangga hal ini malah menambah dosa dan beban
dalam menghadapi kehidupan. Hubungan seksual dalam hubungan rumahtangga justru
menjadi sebuah azimat yang melanggengkan rumahtangga dengan catatan dilakukan
secara beradab dan sesuai dengan hukum yang diakui. Tapi seperti hal lainnya
dalam hidup, azimat ini memiliki anomali karena jika tidak dilakukan dengan
sepenuhnya bertanggung jawab akan menjadi ancaman serius.
Sebetulnya
tidak sulit bagi aku menjelaskan kepada kengkawan yang sudah berumahtangga
karena ini tidak lain dari sebagai kewajiban menafkahi pasangan dengan nafkah
batin. Namun bahasa nafkah batin menjadi sangat samar bagi Namie sehingga aku
membahasakannya seperti ini.
Demikianlah
setidaknya pengetahuanku sebagai orangtua yang sedang mengalami fase dimana
harus menghadapi tantangan hidup untuk menjaga buah hati dan memberikan
pengetahuan yang sesuai dengan pemahaman kepada anak kami. Hanya sebuah ide
yang menghindarkan kami dari riuh pro dan kontra pendidikan seksual remaja yang
terjadi saat ini.
Tulisan
ini pun aku buka untuk Namie agar bisa membacanya, mengerti, dan memahami
kerisauan kami sebagai orangtua akan kehidupan masa depannya. Dan sebagai
pertanggungjawaban kami kepada Tuhan yang memberikan kami seorang anak gadis
perempuan yang cantik, cerdas, dan pintar (seperti Papi dan Maminya). Semoga Papi
Apit dan Mami selalu bisa menemani dan menjaga kamu dengan keterbatasan ilmu
dan pengetahuan yang kami miliki. Kami selalu mencintai kamu dan keluarga kita.
We Love You Namie Sisilia Angeli.
_KDC
& Renita_
21
Oktober 2016